Sabtu, 01 Februari 2014

JAM TANGAN (25 April 2011) #part-3

...

Aku merasakan diriku yang semakin oleng dan mual. Bahkan tubuh ini rasanya sudah benar-benar tidak duduk tegak lagi, total sudah kepala dan tubuhku jatuh kepelukan orang yang ada disampingku, Gumi! Huh.. “plis Gum ga lucu.. gue pusing deh serius..”, kataku memohon. Disebrang sana kudengar Dera pun membelaku “udah Gum, kasian tuh Ghisya.. gimana kalo dia muntah hayoh..? kamu mau ngurus apah??”. 

Mungkin melihat aku yang semakin oleng, akhirnya Gumi mulai menghentikan putaran komedinya. Sedikit demi sedikit komedi ini mulai berputar sewajarnya, semakin pelan, pelan, dan pelan. Namun aku masih oleng! Aku mabuk rasanya..! huhu.. kepala dan tubuhku masih tepat tersandar di dadanya yang bidang. 

Menyadari hal itu, akhirnya Gumi benar-benar menghentikan putaran komedinya dan membiarkan aku sejenak bersandar lebih lama di dadanya yang bidang untuk menghilangkan rasa pusing, mual dan keolenganku. Dan tanpa kuduga hal buruk terjadi. Kalian tahu apa..? aku muntah! Huaah… malu! Takut Gumi marah juga dan ngambek berkepanjangan karna baju yang ia kenakan kini penuh dengan muntahanku. Maafin aku Gum..

Aku tak mampu berkata-kata, muka ini sepertinya mulai memerah (terasa dari mulai memanasnya), pangkal tenggorokanku seolah tercekat, mata mulai berair dan mulut berusaha mengucap kata maaf. “maafin aku Gum..”, permintaan maaf yang lebih mirip sebuah bisikan. Dan yang tak kusangka adalah.. Gumi masih duduk disampingku dan malah ia yang meminta maaf. Tanpa memikirkan bajunya yang penuh muntahku itu, ia langsung memegang mukaku dengan kedua tangan besar lembutnya itu, “maafin gue Ghis.. lo gapapa kan..? ya ampuun”, tuturnya penuh kecemasan. 

Lalu ia mengusap air mataku dengan tissue pemberian Dera (Dera bela-belain lari-lari nyari tissue untuk melap mulutku dan muntahanku di bajunya Gumi), dan juga mengusap sisa muntahan di mulutku dengan sangat hati-hati dan penuh kasih sayang. Entah ini hanya perasaanku saja atau memang kenyataan, kulihat sosok Gumi yang berbeda, tak lagi kekanakkan. Ia terlihat begitu mengkhawatirkan keadaanku. “maafin gue ya Ghis..”, kalimat itu kembali terucap dari mulutnya penuh penyesalan. 

“Der, duduk dulu sini jagain Ghisya. Gue mu telpon sopir gue dulu buat jemput kita disini oke?”, pinta Gumi pada Dera. Dera menyanggupi, lalu dengan sabar ia pun mengusap dengan lembut mulutku yang masih belepotan. Juga mengelap komedi putar yang kini kotor oleh muntahanku.

Sejurus kemudian, Gumi kembali dengan membawa air mineral. Lalu duduk disampingku, membuka tutup botolnya dan membantuku minum. “udah baikan kan Ghis..?”, tanyanya yang juga masih terlihat gurat kecemasannya itu. Aku hanya mampu tersenyum dan berkata “lumayan”. “masih pusing..?”, tanyanya lagi. Ku jawab dengan anggukan. “mual..?”, tanyanya lagi, kali ini kujawab dengan senyuman. “maafin gue..”, sesalnya. 

‘Tidiiit tiiiiiiiiit tiiiiiiiit..’, suara klakson mobil Gumi mengagetkan kami, “Alhamdulillah mobil gue dateng tuh. Ayo Der, Ghis.”, ajaknya sambil merangkulkan tangan kananku ke pundaknya dan tanpa komando Dera pun melakukan hal yang sama. Ia merangkulkan tangan kiriku ke pundaknya. Lalu kami berjalan beriringan.

Aroma khas parfum Gumi langsung tercium begitu sang sopir membukakan pintu mobil belakangnya. Aku pun duduk di belakang bersama Dera, Gumi duduk di depan bersama sang sopir. Kemudian Gumi menyodorkan minyak angin pada Dera. Seolah tahu maksud Gumi, Dera langsung menyuruhku tidur berbantalkan pahanya. Ia memijit lembut kedua pelipisku dengan minyak angin yang Gumi berikan itu, lalu menumpahkan beberapa tetes ke telapak tanganku dan menyuruhku mengoleskannya ke perut, katanya untuk menghilangkan rasa mual. 

Aku terharu dengan semua perhatian ini. Huhu.. makasih Der.. makasih Gum.. love u all. Aku berbaring di pangkuan Dera cukup lama, waah.. ia memang benar-benar kebapakan, bisa membuatku begitu nyaman berbaring di pahanya. Dari bawah sini aku bisa memandang wajah Dera yang lembut itu lebih jelas, aku memandangnya cukup lama, entah mengapa rasa sejuk langsung menyergap saat memandangnya. “Ghis.. udah baikan kan..? ga usah ngagumin aku ampe segitunya kali..”, ucap Dera dengan senyum usilnya (ketularan Gumi nih). 

Seketika aku langsung mengubah posisiku, yang asalnya tiduran langsung duduk.. aku udah baikan.. udah ga pusing lagi! Udah ga mual lagi.. waah.. makasih Dera.. makasih Gumi..
“iih apaan sih Der..? lo ketularan Gumi nih”, seruku manja sambil memukul pelan lengannya. Dera hanya menanggapi dengan senyuman. “ciie yang udah sembuh..”, timpal Gumi tiba-tiba sambil melirik ke belakang dan tersenyum jail. “iya.. makasih ya Gum.. Der..”, seruku. “hmm.. tapi baju gue lo yang nyuci yah..!”, timpal Gumi yang mengundang tawa kita bersama. 

Tawa mereda. “eh gue serius lho Ghis! Hahaha”. “oke”, jawabku manyun.

Beberapa menit kemudian, sampailah kami di rumah Gumi. Gumi langsung mengajak kami ke ruang makan, karena di ruang tengah sedang ada tamu dari luar kota (rekan kerja ayah dan ibunya). Gumi merangkulku dan mengajakku melihat lemari es, lalu ia mengambil satu gelas minuman berwarna putih, terlihat seperti susu tapi di atasnya terdapat krim, kemudian mengambil sendok (tanpa melepaskan rangkulan tangannya dari pundakku) dan menyuapiku krim dari minuman itu. “enak ga..?”, tanyanya. “hmm.. enak enak!”, seruku girang. (aku baru kali ini lho di suapin cowo! Ahaha :D ,apalagi ini Gumi yang nyuapin, gimana mungkin rasa minuman itu ga enak?). 

Dera yang sejak tadi hanya memperhatikan dari tempat duduknya –yang tak jauh dari lemari es langsung bertanya “apaan sih Gum..? bagi donk”. “nih tangkap!”, seru Gumi sambil melempar minuman itu “susu kambing”, lanjutnya. What..? Oh My God jadi yang gue makan tadi itu krim susu kambing..? ya ampuun iyuuuh.. aku ga suka kambing! Kambing itu bau! Tapi kok krimnya enak banget yah..? apa karna gara-gara disuapin Gumi? Atau emang rasanya yang enak?

“ooh.. kirain apaan. Ngga jadi deh! Susu murni aja gue ga kuat baunya, apalagi susu kambing.. hmm ga jadi deh makasih”, seru Dera. “iih cobain dulu! Ga bau kok..! krimnya enak tau!”, timpal Gumi “iya kan Ghis..?”, lanjutnya sambil berpaling padaku meminta jawaban. Aku hanya bisa mengangguk. Hey.. aku aja masih kaget! Ini susu kambing, aku kan ga suka kambing! Heu.. tapi emang enak sih.. 

“Nih coba dulu Der..!”, seruku kali ini sambil menyodorkan satu sendok krim susu kambing –bermaksud menyuapinya seperti yang Gumi lakukan padaku. Dera yang bersiap membuka mulut, ternyata terdahului oleh tangan Gumi yang seketika langsung memegang tanganku dan menyuapkan krim di tanganku itu ke mulutnya. “eh sialan lu Gum”, seru Dera. “hahaha…”, dengan tawa yang khas Gumi tega menertawakan Dera yang kini berkutit mencari sendok untuk mencoba krim itu sendiri. Yah.. Gumi kembali ke sikap kekanakkannya.

“ngiung ngiung ngiung… pesawat terbang mau masuk goa… ayo buka goanya.. ‘AAAAA”, seru Gumi sambil menyodorkan sendok berisi krim susu kambing itu ke mulutku. Aku yang tersipu melihat kekonyolannya langsung membuka mulut, tapi apa yang dia lakukan..? “aam.. nyam nyam nyam..”, katanya sambil memakan krim itu. Sial! Dia nipu aku! “hahaha.. Ghisya ketipu..”, serunya girang. Ckckck Gumi.. Gumi.. 

Lalu aku pura-pura ngambek. “waah.. jangan manyun gitu donk..! ya ampuun mpe segitunya pengen di suapin ma aku..”, katanya ke’geer’an. “nih nih ‘AAA buka mulutnya Ghisyaku sayang”, bujuknya. “ga mau!”, seruku singkat. “aku mau disuapin Dera ajah..! huh! Dera suapin aku donk!”, pintaku pada Dera. “iih.. Ghisya mah ambekan ah.. ini atu nih.. ‘AA buka mulutnya…”, serunya ga mau kalah. Akupun membuka mulutku dan sesuap lagi krim yang enak itu masuk ke mulut ku.. yeahhh.. enaaaaaak banget!

Selesai bermain dengan krim susu kambing, keheningan mulai menyergap. Lama hening.. dan tiba-tiba perkataan Gumi mengubah suasana. “gue jadi pengen ulang tahun deh.. biar di kasih jam tangan sama Ghisya”, tuturnya tanpa memandangku ataupun Dera. Waaah.. maafin aku Gum..

-end-

1 komentar: