Sabtu, 01 Februari 2014

JAM TANGAN (25 April 2011) #part-2

...

Akhirnya saat yang ditunggu-tunggu pun tiba. Hujan reda! Dera langsung mengganti jam tangan yang dipakainya dengan jam tangan hadiah dariku. Kami berjalan-jalan menelusuri kampus-kampus dan tempat lain yang ada di sekitar rumah Dera. Pertama-tama kami berjalan kaki menuju Maranatha sebuah universitas kristen ternama di Bandung. Berkeliling disana, awalnya ragu karena ada satpam yang menjaga. 

Selain itu, kampus ini begitu sepi berhubung mungkin karena ini adalah libur natal. Usai puas berkeliling-keliling kampus, menelusuri kelas-kelas, laboraturium, aula dan sekre himpunan, kami pun beranjak meninggalkan kampus Maranatha ini, terlebih karena ada satpam yang sedari tadi berada di belakang kami dan ikut berkeliling bersama kami, seolah kami adalah pencuri yang patut dicurigai gerak-geriknya. Ckckck

Kemudian kami berjalan kembali menuju setrasari mall, masuk ke toko DVD, lalu melihat-lihat film-film baru apa yang seru belakangan ini. Aku melihat DVD kartun jaman dulu, sailor moon. Jadi ingin menonton kembali untuk mengenang masa kanak-kanak dulu yang begitu menyukai kartun itu. Melihat aku yang terpaku melihat-lihat dan memegang erat film-film kartun itu, Dera langsung berujar dengan senyum mengembang “kenapa Ghis? Mau? Ntar yah kalo Ghisya ultah Dera beliin DVD sailor moon segudang”

Usai melihat-lihat toko DVD, kami pun beranjak pergi tanpa membeli satupun, karena memang niat awalnya juga hanya sekedar melihat-lihat. Adzan ashar berkumandang, kami pun segera pergi ke mesjid terdekat. Sebuah mesjid yang cukup megah –aku lupa nama mesjidnya J. Disana terdapat kantin minuman dan makanan ringan, terdapat kelas PAUD lengkap dengan taman bermainnya, lalu banyak pajangan-pajangan berupa lukisan, foto-foto dan pengumuman-pengumuman. Mesjid yang bersih dan nyaman.

Aku sedang kedatangan tamu bulanan, jadi tidak bisa ikut shalat berjamaah dengan mereka berdua. Hanya menunggu, awalnya diam di kantin lalu pindah ke selasar mesjid, lalu berkeliling-keliling sendiri melihat-lihat. Cukup lama aku menunggu, bosan juga! akhirnya memutuskan untuk menyusul mereka ke lantai dua mesjid ini, kebetulan mesjid sedang diperbaiki jadi hanya diperbolehkan shalat di lantai atas. 

Sesampainya disana ternyata mereka masih shalat, akupun memutuskan duduk di balkon mesjid sambil menatap langit sore yang begitu indah. Saat asik-asiknya melihat awan yang lembut dan menyerupai bentuk-bentuk boneka di kamarku, tiba-tiba sebuah pukulan dari tangan yang besar mengagetkanku. Spontan aku langsung teriak saat tahu siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Gumi? Dia selalu jail dan kekanakkan.

“Gumi..!” teriakku spontan. Mengundang tatapan-tatapan sinis dari para pengunjung mesjid yang baru selesai shalat berjamaah, jadilah kami pusat perhatian. Gumi langsung berlari sambil menjulurkan lidah mencoba memancingku untuk mengejar dan menangkapnya. Benar-benar kekanakkan! Ternyata perkuliahan tidak mengubah sedikitpun sifat aslinya. Gum gum.. ckckck. 

Karena sadar kami tengah menjadi pusat perhatian, akupun tanpa berpikir panjang langsung berlari mengejar Gumi. Sedangkan Dera, ia langsung membungkuk sambil menganggukkan kepalanya –sebagai tanda permintaan maaf atas kedua sahabatnya yang nakal kepada para jamaah. Kemudian ikut berlari mengejar kami.

Rem dadakan Gumi membuat kakiku tercekat –karena terlalu dekatnya jarak kami, maka bertabrakanlah tubuh kami berdua, kepalaku tepat tersandar di dadanya yang bidang. Lalu tahukah kalian apa yang terjadi..? Gumi langsung memelukku dengan wajah penuh kemenangan (merasa berhasil 100% menjailiku) seraya berkata “berpelukan..” dengan gaya teletubies (film jaman kita kanak-kanak dulu). Semakin marahlah aku yang merasa semakin dipermainkan ini. Marah tapi suka :)

Dalam pelukannya aku meronta mencoba keluar sambil memukul-mukul seluruh bagian tubuhnya yang bisa kupukul. “iih lepasin! Nyebelin..! jahat jahat jahat!! Deraaaaaaa tolongin aku..!”, teriakku saat mencoba keluar dari kungkungan tangannya. Kulihat dari jauh Dera hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah polah kami.

“kalian itu udah gede lho..! udah bukan anak kecil lagi ih! Ga malu apa? Kamu ga pernah berubah ya Gum, ckckck”, ujar Dera saat tepat berada di depan kami. Mendengar perkataan Dera dengan segera Gumi melonggarkan pelukannya dan akupun bisa keluar dan dengan puas mencubit lengan Gumi sekuat tenaga. “dasar Gumi nyebeliiin..! dengerin tuh kata Dera! Gimana mu punya cewe kalo tingkah kamu aja masih kaya gini Gum”, tuturku ikut-ikutan menyalahkan Gumi. 

“Kamu juga sama Ghis.. kamu kan udah tau kalo Gumi emang jail, ya udah ga usah diladenin. Tadi harusnya kamu ga usah ngejar-ngejar Gumi. Biarin aja, ntar juga dia diem sendiri.” Nasehat Dera padaku. Aku yang ga suka dinasehatin langsung menyanggah “tapi kan Der, aku kaget! Orang lagi asik-asik mandang langit tiba-tiba ada yang nepuk punggung seenaknya, mending kalau tepukannya lembut. Huh”, ujarku dengan muka masam. Dera tidak menanggapi. “tapi suka kan..?”, tanya Gumi dengan senyuman polos kekanakannya dan aku hanya menjulurkan lidah menanggapi pertanyaan retoris Gumi itu.

Kemudian beranjaklah kami ke taman bermain yang ada disana. Dunia kanak-kanak yang begitu kental tertata disini, mulai dari ayunan, perosotan, komedi putar manual, pasir lompat jauh, dan alat-alat permainan taman lainnya. Iseng kami duduk-duduk di komedi putar manual (komedi putar yang akan berputar ketika kita memutarkannya). 

Seketika mainan ini berputar pelan karna Gumi mulai memutarnya. Aku menikmati putaran yang kecepatannya tak seberapa ini, tapi makin lama Gumi memutarnya semakin cepat. Aku gamau!! Rasanya ingin keluar dari komedi putar ini, aku pernah punya pengalaman buruk dengan komedi putar, gamau gamau lagi mengalami rasa pusing dan mual itu!

“Stop Gum! Stop stop! Aku mau turun ah!”, pintaku pada Gumi. Permintaan itu seolah menjadi sebuah pancingan bagi Gumi untuk menambah kecepatan putarannya. Ia semakin mempercepat putaran komedi putar ini. Aku mulai merasakan pusing itu. Tidaaak!! Gumi malah tertawa-tawa melihat aku yang mulai tidak suka suasana di komedi putar ini. 

“Seru tau Ghis..! ini Cuma komedi putar doank gitu! Gakan bikin lo kenapa-kenapa juga”, kata Gumi mencoba menyenangkan hatiku. Lalu ia cerewet bercerita segala hal yang lucu. Aku mulai menikmati suasana ini, tertawa lepas bersama di komedi putar, begitupun Dera. 

Semakin lama putarannya semakin cepat, aku merasakan pusing itu lagi dan mulai merasa mual. Tidak tahan dengan pandangan yang menjadi buyar karena terlalu cepatnya komedi ini berputar, lalu dengan menutup mata dan tak bisa menahan tawa aku berteriak “udah Guuuuuuuum… gue ga kuat… hahaha.. plis plis plis”. Gumi tak menggubris. Dia malah menambah kecepatan putaran. Tidaak.. ku mohon jangan Gum. Cukup. Huhu.. aku mulai oleng, kepalaku mulai tak jelas hingga seolah leherku sudah tak mampu menopang kepala ini lagi.

“Gumi Gumi Gumi serius Gum gue pusing..!”, seruku kali ini serius tanpa tawa. Dera pun merasakan hal yang sama, dia sudah tak kuat dan meminta Gumi menghentikannya. Pelan-pelan putaran mulai mereda. Namun aku masih belum kuat untuk berdiri tegak dan keluar dari komedi putar itu, sedangkan Dera dengan seketika langsung keluar saat putaran mereda. Aku berusaha berdiri dan keluar, tapi kalian tau apa yang terjadi..? belum benar-benar tegak aku berdiri, Gumi langsung memegang bahuku dan mendudukkanku kembali di komedi putar itu. Lalu dengan tega ia duduk disampingku dan memutar kembali komedi putarnya. Oh no God! Help me..!

-to be continued-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar